My Gallery

Selasa, 09 April 2019

Sejarah Sistem Pemasyarakatan





Upaya perbaikan terhadap pelanggar hukum baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang menjalani pidana terus diadakan dan ditingkatkan sejak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.Upaya tersebut tidak hanya terjadi pada bangsa kita,akan tetapi juga pada bangsa-bangsa lain sejalan dengan pergerakan kemerdekaannya terutama setelah perang dunia ke-2.Pada tahun 1933 The International Penal and Penitentiary Commision ( IPPC ) ( Komisi Internasional Pidana dan Pelaksanaan Pidana ) telah merencanakan dan tahun 1934 mengajukan untuk disetujui oleh The Assembly of The League of Nation ( Rapat Umum Organisasi Bangsa-bangsa ). Naskah IPPC tersebut setelah diadakan perbaikan-perbaikan oleh sekretariat PBB, pada tahun 1955 disetujui Kongres PBB, yang kita kenal dengan Standart Minimum Rules ( SMR ) dalam pembinaan narapidana. 

Pada tanggal 31 Juli 1957 Dewan Ekonomi dan Sosial PBB ( Resolusi No.663C XXIV ) menyetujui dan menganjurkan pada pemerintahan dari setiap Negara untuk menerima dan menerapkannya.Hasrat untuk mengadakan perubahan dan pembaharuan dibidang tata perlakuan di Indonesia diawali oleh DR.Sahardjo,SH yang menjabat sebagai menteri Kehakiman pada saat itu. Pada tanggal 5 Juli 1963 di Istana Negara RI dalam penganugrahan gelar Doctor Honoris Causa bidang hukum dengan pidatonya “Pohon Beringin Pengayoman”; yang antara lain dinyatakan bahwa tujuan dari penjara adalah “Pemasyarakatan” dan juga mengemukakan konsepsi tentang hukum nasional yang ia gambarkan sebagai sebuah “Pohon Beringin” untuk melambangkan Tugas hukum ialah memberi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara.Gagasan tentang Pemasyarakatan tersebut mencapai puncaknya pada tanggal 27 April 1964 pada Konferensi Nasional Kepenjaraan di Grand Hotel.Lembang, Bandung. 

Konferensi yang diikuti oleh Direktur Penjara seluruh Indonesia ini berhasil merumuskan prinsip-prinsip pokok yang menyangkut perlakuan terhadap narapidana dan anak didik. Kesepuluh Prinsip Pemasyarakatan yang disepakati sebagai pedoman, pembinaan terhadap narapidana di Indonesia sebagai berikut:
  1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
  2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam Negara.
  3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat.
  4. Negara tidak berhak membuat mereka lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi hukuman pidana.
  5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
  6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi.
  7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.
  8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.
  9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialaminya.
  10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif,korektif dan edukatif dalam system Pemasyarakatan.
Dalam perkembangan selanjutnya pelaksanaan system pemasyarakatan yang telah dilaksanakan sejak lebih dari tiga puluh lima tahun tersebut semakin mantab dengan diundangkannya Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dengan undang-undang ini maka semakin kokoh usaha-usaha mewujudkan suatu system pemasyarakatan yang bersumber dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-undang no 12 tahun 1995, menyatakan bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Konsep ini pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep dasar sebagaimana termuat dalam sepuluh prinsip pemasyarakatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar